MANDALA PENAKLUK SATRIA TAR-TAR






JUDUL FILM : MANDALA DARI SUNGAI ULAR

SUTRADARA : ACKYL ANWARY

PRODUKSI : PT. KANTA INDAH FILM

PRODUSER : THOMAS SUSANTO

TAHUN PROD : 1987

JENIS : FILM LAGA

PEMAIN : BARRY PRIMA, ANGEL D MEMAH, ATUT AGUSTINANTO, MUNI CADER, SYAEFUL
Anwar, Eddy Gunawan



SINOPSIS :

Mandala (Barry Prima) menolong Kupra (Syaeful Anwar) orang yang akan di gantung oleh penduduk karena di tuduh sebagai salah satu dari perampok. Setelah di tolong oleh Mandala, paginya Kupra sudah tidak berada di tempat. Ketika sedang berada di tepi sungai, Mandala ditangkap oleh penduduk setempat untuk di hadapkan pada ketua mereka Adijaya ketua perguruan Mustika Angin Panas (Muni Cader), karena keadaan desa Pasir Hilir dalam kondisi gawat.

Namun setelah di hadapkan, Bapak Mustika kaget karena orang yang di tangkap adalah Mandala, pendekar rendah hati yang sudah di kenalnya. Mandala di kenalkan dengan penduduk-penduduk setempat termasuk dengan anaknya Wijaya, yang menyimpan rasa tidak sukanya pada Mandala. Ketua Perguruan Mustika Angin Panas menceritakan kejadian akan kedatangan Tiga Kepala Besi yang telah datang ke desa dan menguasainya setelah sebelumnya Adijaya di kalahkannya. Bahkan beberapa murid murtadnya turut bergabung dengan Tiga Kepala Besi. Sebenarnya tiga kepala besi datang untuk mencari Laot Si Tendangan Geledek, namun belum di temukan. Setelah menguasai desa tersebut, Tiga Kepala besi berbuat semena-mena bahkan menjadikan perempuan untuk pelampiasan nafsunya. Wijaya yang merasa tidak suka akan kedatangan Mandala menyuruh ayahnya untuk tidak bercerita padanya, karena dianggap takut. Namun Mandala lebih tertarik untuk mencari orang yang bernama Laot dibanding Tiga Tangan Besi. Mandala mohon diri pada Adijaya, ketua perguruan Mustika Angin Panas, namun Wijaya merasa tidak suka dan membuntuti Mandala dengan mengatakan sebagai pendekar yang tidak punya nyali.

******

Perguruan Mustika Angin Panas mengutus Bongkeng dan Somad untuk mendatangi markas Tiga Kepala Besi untuk menantangnya. Namun keduanya harus menemui nasib tragis. Sementara itu akhirnya TIga Kepala Besi datang memenuhi tantangan Mustika Angin Panas. Namun sayang perguruan Mustika Angin Panas harus mengalami kekalahan dengan jatuhnya korban termasuk Adijaya. Ketika dalam kondisi terdesak, datanglah Mandala untuk membantunya. Namun sayang sekali Mandala juga tidak kuasa untuk menghadapi Tiga Kepala Besi, hingga akhirnya ia terluka. Sementara itu Wijaya, anak Ketua Perguruan Mustika Angin Panas bermain di air keruh. Meski ia menolong murid-murid yang terluka, ia yang punya ambisi untuk menguasai perguruan hanya berpura-pura menolong termasuk menolong Mandala. Namun sayang sekali, Wijaya justru hanya mengambil Pedang milik Mandala yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan meninggalkannya begitu saja. Akhirnya Mandala di tolong oleh seorang perempuan bernama Nilasari. Ketika Nilasari sedang mengambil air di sungai, tiba-tiba Mandala yang telah di tinggalkannya hilang.

Di tempat yang terpisah, Kupra menerima Kitab yang telah dititipkannya pada gurunya KI Abirawa untuk di pelajari. Ketika sedang menerima kitab dari gurunya, datanglah si putih, kuda milik Mandala yang membawa Mandala. Akhirnya Mandala di tolongnya untuk memulihkan kembali tenaganya.

Sementara itu Pedang milik Mandala berhasil di rebut dari tangan Wijaya oleh Maya Saputri (Angel D Memah) yang sedang mencari Mandala orang yang di cintainya. Dalam perjalanan melanjutkan pencarian di tengah perjalanan ia bertemu dengan Nilasari yang ternyata kedua orang tersebut mencintai orang yang sama.

Di lain tempat, di sebuah puncak bukit, Kupra sedang menyelesaikan kitab peninggalan dari orangtuanya. Ketika telah selesai berlatih, datanglah Mandala. Akhirnya Kupra menceritakan siapa dirinya sebenarnya. Ia adalah Laot, orang yang sedang di cari oleh Tiga Kepala Besi.

Akhirnya dengan saling membantu Laot dan Mandala menghadapi Tiga Kepala Besi. Pertarungan pun di mulai, Namun akhirnya Tiga Kepala Besi berhasil di lumpuhkan oleh Mandala dengan bantuan Ayu Puspita dan juga Laot.


SELAMAT MENYAKSIKAN


















SILUMAN SERIGALA PUTIH


Sutradara : Imam Tantowi
Produser : Handi Muljono
Produksi : PT. Kanta Indah Film
Tahun Produksi : 1987
Pemain : Barry Prima, Advent Bangun, Atut Agutinanto, Okky Olivia, Muni Cader, Belkiez Rachman, Johan Moosdijk, Hassan Dollar

Sinopsis :

Siluman Serigala Putih (Advent Bangun) perampok yang merajalela dimana-mana. Ia merampok warga yang mempunyai kekayaan. Sementara itu Jari Getih (Atut Aguntinanto) jua merupakan perampok yang menyamar sebagai seorang saudagar. Jari Getih berlagak pedagang besar dan selalu dikelilingi wanita-wanita cantik. Jari Getih mendapat beking seorang Marsose. Suatu ketika Serigala Putih datang ke penginapan Terang Bulan dimana Jari Getih menginap. Akan tetapi pemilik penginapan mengatakan tidak ada kamar. Serigala Putih marah dan membunuh pemilik penginapan. Sementara itu Jari Getih yang melihat kejadian tersebut hanya diam dan bersembunyi dibalik ketiak orang-orang penginapan. Jagoan-jagoan penginapan dibuat tidak berkutik oleh Serigala Putih.

Seorang Pendekar (Barry Prima) yang kebetulan sedang berada di sekitar penginapan tersebut karena tidak diperbolehkan menginap di penginapan yang dikhususkan untuk orang-orang kaya tersebut, akhirnya ditantang oleh Serigala Putih untuk berkelahi setelah orang-orang yang menghadapi Serigala Putih kalah semua. Akan tetapi pendekar tersebut merasa tidak cukup ilmunya, maka pergilah Serigala Putih dari tempat tersebut. Jari Getih bermain di air keruh. Ia ikut bermain untuk mempengaruhi orang-orang sekitar agar bisa membunuh serigala Putih, termasuk juga menyuruh Pendekartersebut untuk membunuh Serigala Putih. Jari Getih berlagak lugu. Padahal Jari Getih adalah perampok yang kejam yang berhasil mengelabui rakyat, karena sebenarnya Jari Getih adalah perampok yang sekarang sedang merajalela di sekitar kota Tangerang. Jari Getih juga pembunuh keluarga Pendekar tersebut, akan tetapi dengan penampilannya, Jari Getih mampu mengelabui pengembara hingga tidak mengenalinya.

Jari Getih pun menghasut warga sekitar Tangerang untuk membunuh Serigala Putih, termasuk juga dengan Pendekar karena bayarannya memang tinggi yang diberikan Jari Getih. Akhirnya Pendekar menemukan Serigala putih. Meski Siluman Serigala Putih merasa tidak mempunyai urusan dengan Pendekar, akan tetapi akhirnya Ia meladeni ajakan Pendekar untuk berkelahi. Pendekar berhasil membunuh Serigala Putih, akan tetapi Jari Getih tidak percaya karena tidak ada bukti yang dibawa. Jari Getih Ingkar janji, ia tidak mau membayar uang yang telah disepakatinya.

Jari Getih menyuruh orang-orang untuk mengecek kebenarannya dengan menyeret mayat Serigala Putih yagn telah dikuburkan. Akan tetapi sesampai di kuburan, mereka melihat Serigala Putih masih hidup, padahal sebenarnya itu adalah orang suruhan Jari Getih yang menyamar. Pemilik Warung dimana Pendekar tinggal juga akhirnya mengetahui kalau pedagang yang selama ini dikenalnya adalah Jari Getih. Ia pun dibunuh oleh Jari Getih. Pendekar menolong Anak gadis yang keluarganya dirampok oleh Jari Getih ketika hampir tenggelam disungai.

Jari Getih yang mengaku pedagang dari Lampung tersebut juga menghasut agar dapat menangkap pendekar yang sebenarnya telah membunuh Siluman Serigala Putih. Meski setelah Siluman Serigala Putih terbunuh, akan tetapi perampokan tetap merajalela. Bahkan Jari Getih sok menjadi pahlawan dengan menolong orang yang sedang kesusahan untuk membantunya. Bahkan ia menyuruh kepala kampung untuk menyewa jawara-jawara dari kulon untuk membunuh pendekar. Jari Getih pintar sekali memutar balikkan fakta dengan keluguannya hingga orang-orang percaya padanya. Anak gadis pemilik warung tersebut akhirnya berusaha dibunuh oleh Jari Getih. Tiba-tiba Jari Getih dan orang-orang sekitar sudah datang dan menuduh pendekarlah pelaku yang akan membunuhnya. Akhirnya demi keamanan yang disebut-sebut jari getih, akhirnya pendekar di usir dari kampung tersebut.

Selama dalam perjalanan, anak gadis yang ditolong menceritakan kepada pendekar tentang siapa dirinya. Ia menceritakan keluarganya dibunuh oleh Jari Getih secara kejam. Kemudian pendekar pun menceritakan tentang keluarganya yang juga dihabisi oleh Jari Getih. Akhirnya keduanya bersama-sama mencari Jari Getih untuk membalas dendam.

Perampokan yang dilakukan oleh Jari Getih dan anak buahnya kian merajalela hingga membuat penduduk menjadi ketakutan. Pada suatu kesempatan, Jari Getih yang menyamar sebagai pedagang pura-pura sedang dirampok, dan perampok tersebut mengambil liontin yang dimiliki Jari Getih. Melihat Liontin ayahnya yang dipegang oleh Jari Getih, Anak gadis yang kebetulan berada di tempat tersebut akhirnya mengenali liontin ayahnya dan mendekati Jari Getih. Hingga akhirnya terbongkarlah siapa Jari Getih. Akhirnya Jari Getih berhasil dibunuh oleh Pendekar.

PART-01-DENGAN SELESAI


















SEJARAH BADUI

Baduy luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.

Ciri-ciri khas masyarakat:

* Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Baduy, termasuk warga Baduy Luar.
* Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam. (BL)
* Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans. (BL)
* Kelompok masyarakat panamping (Baduy Luar), tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi (di luar) wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. (BL)

· Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit mungkin:

· Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

· Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Baduy Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa menyewa tanah, dan tenaga buruh.

Tokoh Utama Masyarakat Baduy

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "puun".

Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "puun" yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapuunan (kepuunan) dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung (Makmur, 2001).

Sistem Komunikasi dan hambatannya

Untuk kepentingan hubungan dengan luar, termasuk hubungan dengan urusan pemerintahan formal, maka orang Baduy Luar lah yang ditunjuk untuk dijadikan Kepala desa. Kepala Desa yang disebut Jaro (“Jaro Pamerantah”) ditunjuk dan ditentukan oleh Puun (“Ketua Adat”). Kepala Desa (“Jaro Pamarentah”) bertugas untuk menampung dan menyampaikan segala perintah yang diperintahkan pemerintah sejauh tidak bertentangan dengan adat.

Hubungan diantara sesama masyarakat Baduy itu sendiri berparas pada adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan dipatuhi baik oleh masyarakat Baduy Dalam maupun oleh masyarakat Baduy Luar. Didalam Adat istiadat masyarakat Baduy terdapat beberapa pantangan/tabu (“Buyut”) untuk berbuat atau melakukan sesuatu Keseluruhan pantangan/tabu (“buyut”) itu mengatur hubungan-hubungan perilaku orang Baduy baik secara perorangan, hubungan dengan kelompok masyarakatnya maupun dengan lingkungan alamnya yang dianggap sebagai tanah titipan dari nenek moyangnya.

Pusat pemerintahan adat terletak di Baduy Dalam, dengan Puun sebagai pimpinan adatnya. Ada tiga Puun yang memimpin pemerintahan adat di Desa Kanekes atau Masyarakat Baduy. Ketiga Puun ini tinggal di kampung yang berbeda. Puun dibantu oleh Girang Seurat yang membidangi masalah keamanan, dan Jaro Tangtu yang mewakili Puun setiap kampun dan juga berperanan sebagai juru bicara untuk hubungan-hubungan luar.

Masyarakat Baduy dalam berkomunikasi antar mereka menggunakan bahasa sunda. Namun demikian sebagian dari mereka sudah mampu berbahasa Indonesia, terutama ketika berkomunikasi dengan orang luar. Mereka masih konsisten melestarikan seni dan budaya lokal seperti : musik tradisional, upacara adat (seba dan seren taon) dalam siklus kehidupan masih dijalankan, dan dilestarikan secara turun temurun.

Kendati ada banyak hal yang berbeda, kehidupan orang Badui sangat harmonis dan penuh dengan kedamaian. Pola hidup gotong royong yang mereka terapkan membuat mereka hidup rukun. Mereka tampaknya sangat ramah, berbudaya, beradab, bahkan terhadap para wisatawan pun mereka memperlihatkan sikap ramah. Dalam sejarahnya belum ada orang Badui yang saling perang atau melakukan tindakan kriminal. Kenyataannya memang demikian, sesama orang Badui belum pernah terjadi saling membunuh, saling menipu, apalagi dengan orang luar Badui. Kebersamaan mereka sangatlah kuat. Mereka mengadakan upacara adat secara bersamaan, menanam padi dan panen bersamaan, serta banyak kegiatan lain yang memang sudah terjadwal untuk dilaksanakan secara serempak.

Interaksi dengan masyarakat luar

Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk. Relasi sosial mereka masih sangat dipengaruhi oleh tradisi yang bersendi nilai-nilai lama. Kondisi yang sangat berbeda akan kita jumpai dalam masyarakat Sunda yang telah berada di Kota Bandung yang sudah banyak menerima terpaan media. Relasi sosial mereka, terutama dengan keluarga dan tetangga, pasti lebih longgar dibandingkan dengan masyarakat Badui. Bisa jadi mereka tidak akan mengenal tetangga yang berada di sebelah rumah. Kondisi ini dapat dengan mudah kita jumpai di berbagai perumahan mewah yang saling teralienasi satu dengan yang lain.


Disini Judul Spoilernya











Disini Judul Spoilernya









Disini Judul Spoilernya










Disini Judul Spoilernya











Disini Judul Spoilernya










Disini Judul Spoilernya










Disini Judul Spoilernya










Disini Judul Spoilernya











Disini Judul Spoilernya











Disini Judul Spoilernya









Disini Judul Spoilernya








Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda